Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi dan Literasi
BULAN suci Ramadan seharusnya disambut dengan gembira kedatangannya. Bulan mulia yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Saatnya kaum muslim memperbanyak amal kebaikan dan beribadah lebih khusyuk. Namun, kebahagiaan ini tercederai dengan rasa panik masyarakat karena harga kebutuhan bahan pokok (bapok) yang mengalami kenaikan menjelang bulan Ramadan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Noneng Komara Nengsih mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik, karena akan berpotensi terjadinya penimbunan ketersediaan barang kebutuhan pokok.
Noneng meminta para pedagang tidak menimbun barang dagangannya hanya demi mendapatkan keuntungan jelang memasuki bulan Ramadan. Akan ada pengawasan dari Disperindag Jabar dengan melibatkan aparat penegak hukum.
Pemerintah akan memastikan stok barang dan harga-harga bapok dalam kondisi aman dan terkendali menjelang bulan Ramadan. Hal tersebut ditambahkan secara terpisah oleh Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin. Pemprov Jabar juga telah menyiapkan langkah antisipasi jika terjadi lonjakan harga maupun kelangkaan stok barang kebutuhan pokok. (Detik Jabar, 19-2-2025)
Tradisi Tahunan
Harga bapok menjelang Ramadan terus berulang mengalami kenaikan, menjadikannya tradisi tahunan. Masyarakat menganggap kenaikan harga bapok menjelang bulan Ramadan adalah hal yang wajar. Benarkah?
Seharusnya, hal ini bisa diprediksi karena merupakan tradisi tahunan yang terus berulang. Pemerintah bisa menakar stok bahan kebutuhan pokok yang harus tersedia agar kebutuhan masyarakat tercukupi dan bisa memastikan kelancaran distribusinya sehingga tidak terjadi kenaikan harga.
Sungguh disayangkan, tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi bapok ini agar ketika permintaan masyarakat tinggi seperti menjelang Ramadan, cadangan dari produksi lokal sudah mencukupi. Negeri ini malah sangat bergantung pada impor bapok.
Ketergantungan pada impor ini menyebabkan negeri ini tidak memiliki ketahanan pangan. Akibatnya, ketika permintaan masyarakat tinggi dan tidak ada stok, ujung-ujungnya harus impor. Namun, impor tidak bisa segera memenuhi stok. Dalam jeda waktu tersebut akan terjadi kenaikan harga karena bahan kebutuhan pokok langka di masyarakat.
Praktik penimbunan bapok ini merupakan permasalahan dalam hal pendistribusian. Bapok dijual para oknum ketika harga tinggi. Miris. Bagaimana masyarakat bisa menjalankan ibadah di bulan Ramadan dengan aman dan nyaman?
Ramadan Pilu
Bulan Ramadan selalu pilu dalam sistem kapitalisme, sistem yang hari ini sedang diterapkan. Penimbunan bahan kebutuhan pokok adalah persoalan sistemik. Solusi dan anjuran parsial individual tak akan mampu menuntaskan masalah tersebut, mulai dari penguasaan sumber-sumber bahan kebutuhan pokok, rantai pasoknya, hingga retail dikuasai korporat besar.
Penguasa dalam kapitalisme tidak berperan sebagai pengurus rakyat (raa’in), tetapi hanya sebatas regulator yang memikirkan stok bapok tanpa memastikan distribusinya hingga ke tangan masyarakat. Bahkan, kapitalisme melahirkan para oknum penguasa yang bisa mempermainkan kebijakan pangan demi keuntungan pribadi, sedangkan kemaslahatan rakyat selalu dikorbankan. Perlukah perubahan sistem?