HMI Soroti Pembangunan PLTG Kabupaten Sukabumi, Diduga Langgar Hukum

Reporter : Liputan Khusus

KAB. SUKABUMI, SILATJABAR.COM,- PB HMI Bidang LH dan Mitigasi Bencana Menduga, adanya pelanggaran hukum dalam Pembangunan PLTG di Kabupaten Sukabumi.

Listrik merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat sejalan dengan tingkat kehidupan manusia. terlebih diera saat ini, hampir setiap aktifitas manusia tidak terlepas dari penggunaan energi listrik.

Tingginya kebutuhan energi listrik menuntut pemerintah untuk mencari berbagai energi listrik alternatif guna memenuhi kebutuhan energi tersebut untuk kebutuhan hidup masyarakat.

Salah satu pamanfaatan energi yang terbaru adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLTG merupakan jenis pembangkit yang menggunakan “udara panas” untuk memutar turbin. Udara panas ini dihasilkan melalui pemanasan udara dengan menggunakan gas di dalam ruang bakar.

Pembangunan PLTG ini, sudah dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia diantaranya Banjarmasin, Cikarang dan lain sebagainya. Tidak selesai disana rencana pembangunan PLTG pun terus dilakukan oleh pemerintah, salah satunya di kabupaten Sukabumi kecamatan Cikakak, desa Sirna Rasa yang saat ini sedang dalam tahap eksplorasi.

Eksplorasi Panas Bumi tersebut, resmi dimulai pada tanggal 22 Mei 2021. ditandai dengan adanya peletakan batu pertama yang dihadiri Kepala Badan Geologi, Kepala Balai TNGHS, Kepala Pusat Panas Bumi dan Batubara, Perwakilan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Sedangkan dari pemerintah Kabupaten Sukabumi hadir Asisten Daerah (Asda) II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ahmad Riyadi, Kepala Dinas Perindustrian dan ESDM Aam Amar Halim dan Camat Cikakak.

Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas ini memang dipandang sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan masyarakat, namun yang menjadi persoalan Rencana pembangunan PLTG tersebut diduga tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, dimana Kecamatan Cikakak tidak masuk sebagai wilayah Pembangunan dan potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi dalam Perda No. 22 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi.

Baca Juga :  Pemkab Garut Tetapkan PSBB di 14 Kecamatan 3 Zone Wilayah

Mengacu pada Perda No. 22 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Sukabumi pada pasal 36 tentang Rencana energi alternatif Menyebutkan bahwa lokasi Kecamatan Cikakak tersebut hanya masuk sebagai Lokasi Pembangunan dan/atau pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).

Adapun untuk lokasi Pembangunan dan potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi seusai dengan pasal 36 ayat 4 hanya meliputi empat kecamatan saja. Yakni,  Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Nyalindung.

Disini terlihat jelas bahwa kecamatan cikakak sesuai dengan RTRW tidak masuk sebagai wilayah Pembangunan dan potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi. Namun, kendati begitu rencana pembangunan PLTG tersebut terus dilakukan yang saat ini sedang dalam tahap eksplorasi.

Tentunya hal ini sudah menyalahi aturan yang ada, karena seharusnya setiap pembangunan dikabupaten Sukabumi harus berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang sudah ditetapkan dalam perda RTRW.

Berdasarkan PERDA Nomor 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 Pasal 104 ayat 5 mengatakan Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar batal demi hukum.

Dan Ayat 6 menyebutkan Izin Pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan RTRW, dibatalkan oleh pemerintah Daerah.

Artinya, dengan mengacu RTRW Provinsi Jawa Barat seharusnya pembangunan PLTG tersebut dibatalkan atau paling tidak diberhentikan sementara sebelum disesuaikannnya Perda RTRW kabupaten Sukabumi. Jika tata ruang kabupaten Sukabumi sudah sesuai dengan lokasi pembangunan PLTG. baru masuk tahap perizinan selanjutnya. Bukan mengeluarkan izin terlebih dahulu, baru RTRW nya dirubah.

Selain tidak Sesuai dengan Tata Ruang kabupaten Sukabumi, pembangunan PLTG tersebut diduga berada dikawasan Taman Nasional yang seharusnya dilindungi dari perkembangan manusia dan polusi. Karena Taman Nasional merupakan daerah/kawasan/areal atau tanah yang dilindungi oleh negara.

Baca Juga :  Aplikasi TISERA membantu Siswa Tuna Rungu Belajar Penjas Secara Daring

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Menurut Kamus daring bahasa Inggris Merriam-Webster mendefinisikan kawasan konservasi sebagai “ an area of land that is protected and that cannot be built on or used for certain purposes.”

Merujuk kepada definisi Merriam-Webster tersebut, jelas sekali bahwa kawasan konservasi bukan cuma harus dilindungi, tetapi juga terlarang untuk dibangun atau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, yang tidak ada kaitannya dengan urusan konservasi.

Karena pembangunan di Taman Nasional ini dapat membahayakan konservasi. Ekosistem yang  telah bertahan hidup selama ratusan tahun tanpa campur tangan manusia.

Artinya, dalam hal ini pemerintah harus meninjau ulang urgensi pembangunan PLTG di Kecamatan Cikakak tersebut agar pembangunan yang dilakukan dapat memberikan keadilan bukan hanya kepada manusia juga makhluk hidup yang ada diarea Taman Nasional.

Jikapun pembangunan ini harus dilakukan, berdasarkan peraturan yang berlaku, untuk pembangunan di atas kawasan lindung seperti Taman Nasional, penyusunan dokumen lingkungan berupa AMDAL wajib dilakukan. Namun, lagi-lagi pembangunan PLTG Tersebut diduga belum memiliki AMDAL.

Jika kita lihat, setidaknya ada tiga persoalan dalam rencana pembangunan PLTG tersebut, pertama ketidak sesuaian dengan RTRW, dibangun diatas Taman Nasional dan tidak memiliki AMDAL. Oleh karena itu, Dalam persoalan ini, saya mendesak agar pembangunan dihentikan sebelum disesuaikannnya RTRW kabupaten Sukabumi. (Red). **

Dede Heri, SIP
Fungsionaris PB HMI
Bidang Lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana.