News  

Pesan Rosulullah, Apa itu Jabatan dan Hukumnya Meminta Jabatan? Miris Bacanya

Reporter : Liputan Khusus

عن أبي ذرٍ رضي الله عنه، قال: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَىَ مَنْكِبِي. ثُمّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرَ إنّكَ ضَعِيفٌ وَإنّهَا أَمَانَةٌ، وَإنّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إلاّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقّهَا وَأَدّى الّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

Suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR Muslim).

Hadits di atas menegaskan, untuk mewujudkan bangsa yang besar, kuat, dan disegani oleh bangsa-bangsa di dunia dibutuhkan seorang pemimpin yang kuat, bukan pemimpin yang lemah. Syaikhul Islam dalam as-Siyasah as- Syar’iyah menjelaskan kriteria pemimpin yang baik, “Selayaknya untuk diketahui, siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Kepemimpinan yang ideal memiliki dua sifat dasar, kuat (mampu) dan amanah. Lalu, menyitir firman Allah:  

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS al-Qashash [28]: 26).

Kuat (profesional) untuk setiap pemimpin, tergantung dari medannya. Kuat dalam memimpin perang adalah keberanian jiwa dan kelihaian dalam perang dan mengatur strategi. Kuat dalam menetapkan hukum di tengah masyarakat adalah tingkat keilmuannya memahami keadaan yang diajarkan Alquran dan hadis, sekaligus kemampuan untuk menerapkan hukum. 

Allah SWT berfirman: 

فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Baca Juga :  Dana Hibah 10 Miliar KONI Cair, Begini Tanggapan Komisi III DPRD KBB

Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS al-Maidah [5]: 44).

Khalifah Umar bin Khattab pernah mengadu kepada Allah perihal kepemimpinan, “Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu, orang fasik yang kuat (mampu) dan orang amanah yang lemah.”

Jika demikian, diperlukan sebuah skala prioritas dalam menentukan kepemimpinan. Dalam posisi tertentu, sifat amanah itu lebih dikedepankan. Namun, di posisi lain, sifat kuat (mampu) dan profesional yang lebih dikedepankan

Imam Ahmad, ketika ditanya, jika ada dua calon pemimpin untuk memimpin perang, yang satu profesional tetapi fasik, dan yang satunya lagi saleh tetapi lemah. Mana yang lebih layak untuk dipilih? Jawab Imam Ahmad, orang fasik yang profesional, kemampuannya menguntungkan kaum Muslimin.

Sementara sifat fasiknya merugikan dirinya sendiri. Sedangkan, orang saleh yang tidak profesional, kesalehannya hanya untuk dirinya sendiri, dan ketidakmampuannya dapat merugikan kaum Muslimin. Maka itu, dipilih perang bersama pemimpin yang profesional meskipun fasik. 

Sebaliknya, jika dalam posisi jabatan (kepemimpinan) yang lebih membutuhkan sifat amanah, didahulukan yang lebih amanah meskipun kurang profesional. Maka dari itu, diutamakan yang lebih menguntungkan untuk jabatan tersebut, dan yang lebih sedikit dampak buruknya. 

Sebenarnya, bagaimana panduan Islam terkait kekuasaan atau jabatan? Bolehkah seorang Muslim meminta jabatan?

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menjelaskan, meminta-minta suatu jabatan adalah perbuatan yang dilarang. Hal ini dijelaskan sendiri oleh Rasulullah SAW.

Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah saw berkata padaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Baca Juga :  Pemdes Tonjong Siap kawal PPKM Berskala Mikro

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (HR. Muttafaqunalaih)

Seseorang yang mengetahui dirinya tidak memiliki kecakapan memimpin menjadi salah satu golongan yang dilarang memimpin. Karena dia akan mengurusi urusan orang banyak dan kegagalannya akan berdampak buruk kepada orang lain secara luas.

Jabatan juga dijelaskan merupakan sebuah beban yang akan ditanggung seseorang pada hari kiamat. Sesuatu yang nantinya akan disesali jika tidak dilakukan dengan amanah.

Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Zar ra, katanya: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, tidakkah Tuan suka menggunakan saya – yakni mengangkat saya sebagai seorang petugas negara.” Beliau SAW lalu menepuk bahuku dengan tangannya, lalu bersabda: 

“Hai Abu Zar, sesungguhnya pada hari kiamat engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan pemerintahan itu adalah sebagai amanat dan sebenarnya jabatan sedemikian itu adalah merupakan kerendahan serta penyesalan pada hari kiamat bagi orang yang tidak dapat menunaikan amanatnya, kecuali seseorang yang mengambil amanat itu dengan hak sebagaimana mestinya dan menunaikan apa yang dibebankan atas dirinya perihal amanat yang dipikulkan tadi. (HR. Muslim)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari juga mengatakan orang yang meminta-minta jabatan dengan tamaknya, maka tidak akan mendapat pertolongan Allah SWT. “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.”  (Sumber: Republika).*