Palabuhanratu, silatjabar.com – Pelestarian kebudayaan lokal di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi semakin terdesak diera modernisasi. Minimnya dukungan pemerintah daerah menjadikan kegiatan budaya terancam sirna.
Ketua Paguyuban Padjadjaran Anyar, Abah Firman Hidayat menilai, pemerintah daerah Sukabumi tidak memberikan dukungan yang memadai terhadap kegiatan budaya, bahkan cenderung mempersulit perizinan untuk acara-acara tradisional yang diadakan di daerahnya.
Setiap tahun, paguyuban ini menggelar acara milangkala atau peringatan budaya, yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan tradisi lokal. Namun, tahun ini, acara tersebut menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal perizinan. Abah Firman mengungkapkan, proses perizinan yang sebelumnya mudah kini menjadi lebih rumit dan berbelit-belit.
“Biasanya izin untuk acara seperti ini tidak pernah dipersulit. Tapi sekarang, izin untuk acara keramaian harus melalui banyak pihak, mulai dari kelurahan, Danramil, Kapolsek, hingga Kapolres. Padahal, ini adalah acara pelestarian budaya yang seharusnya didukung, bukan dihalangi,” ujar Abah Firman, Kamis (8/8/2024).
Menurutnya, pelestarian budaya seharusnya tidak dikaitkan dengan politik. Sebaliknya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendorong dan mendukung penuh kegiatan budaya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 ayat 1, yang mengatur tentang perlindungan dan pengembangan kebudayaan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penggiat budaya seperti Abah Firman justru harus menghadapi berbagai hambatan yang ironisnya datang dari pihak pemerintah sendiri.
Dukungan dari Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disbupora) Kabupaten Sukabumi memang ada, namun Abah Firman menilai anggaran yang diberikan sangat minim dan tidak mencukupi untuk kebutuhan pelaksanaan acara. Dengan hanya menerima anggaran sebesar Rp 7 juta, pihaknya kesulitan untuk mengundang partisipan dan menggelar acara yang layak.
“Alhamdulillah, ada anggaran dari Disbupora. Tapi jumlahnya jauh dari cukup, terutama ketika kita harus mengundang berbagai pihak. Banyak dinas lain yang seharusnya mendukung justru tidak memberikan perhatian sama sekali. Bahkan ketika kita akan menggelar festival budaya, Bapak Bupati pun tidak merespon,” ungkapnya.
Baca juga: Rekomendasi Demokrat kepada Iyos dan Zainul Diserahkan Langsung oleh AHY untuk Pilkada Sukabumi 2024
Kritik ini mencerminkan rasa frustrasi yang mendalam di kalangan penggiat budaya terhadap sikap pemerintah yang dinilai kurang responsif dan cenderung mengabaikan kegiatan pelestarian budaya.
Abah Firman menyoroti adanya perbedaan perlakuan antara acara besar yang didukung penuh oleh pemerintah dengan acara yang digelar oleh penggiat budaya kecil. Acara besar, menurutnya, lebih mudah mendapatkan anggaran dan dukungan, sementara penggiat kecil harus berjuang lebih keras hanya untuk memperoleh izin dan dana yang minim.
“Ketika acara besar digelar, anggaran dan dukungan datang dengan mudah. Tapi bagi kami, penggiat budaya kecil, seringkali justru dipersulit. Kami berharap khususnya kepada Bapak Bupati untuk lebih responsif terhadap kegiatan kami yang bertujuan melestarikan budaya,” harapnya.
Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, Abah Firman tetap berkomitmen untuk melanjutkan upayanya dalam melestarikan budaya lokal. Acara milangkala yang digelarnya bahkan berhasil menarik perhatian penggiat budaya dari luar daerah seperti Banyumas, Aceh, dan Betawi. Hal ini menunjukkan bahwa ada minat dan dukungan yang kuat terhadap pelestarian budaya, meski dukungan dari pemerintah lokal masih dirasakan kurang.
“Acara kami ini tidak ada kaitannya dengan politik, malah kami mengundang siapa saja yang mau datang. Kami hanya ingin melestarikan budaya, dan kami berharap dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah, agar upaya ini bisa terus berjalan,” tandasnya. (ADV)