Reporter : Liputan Khusus
ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG – Pemerintah telah menetapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Rp14.000/liter. Namun kenyataan di lapangan harga minyak goreng mencapai 25.000/liter.
Disamping itu juga masyarakat masih belum bisa menikmati harga yang sudah ditetapkan, bahkan yang terjadi justru kelangkaan komoditas pangan tersebut sangat sulit diperoleh.
Hal tersebut disampaikan anggota Fraksi Golkat DPRD Provinsi Jawa Barat atas temuannya terkait kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng yang belum sesuai dengan kebijakan HET Pemerintah.
Ia mengungkapkan jika temuan-temuannya di lapangan diperoleh dari data dan laporan situasi masyarakat di provinsi Jawa Barat.
“Pertama adalah masih adanya penimbunan. Harapannya satgas pangan bereaksi cepat dan ketegasan juga diperlukan,” ujar Almaida.
Kemudian yang Kedua, pihaknya menemukan adanya upaya pengalihan penjualan minyak goreng dari pasar modern ke pasar tradisional, agar minyak goreng bisa dijual dengan harga lebih mahal.
“Jadi memang dibuat langka karena ada oknum di pasar modern menawarkan pada pelaku di pasar tradisional untuk membeli minyak goreng, sehingga di pasar modern terjadi kekosongan,” jelasnya.
Ia menilai insitusi inilah yang membuat kelangkaan minyak goreng di pasar modern.
Dalam pandangannya, motivasi pengalihan penjualan itu dilakukan agar minyak goreng bisa dijual dengan harga lebih mahal.
“Karena harus dijual Rp 14.000 di pasar modern, mendingan dijual ke pasar tradisional akhirnya. Ditawarin ke toko-toko dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 16.000,” paparnya.
Temuan terakhir terkait kelangkaan minyak goreng adalah terjadi ‘panic buying’ di masyarakat. Situasi ini disebabkan ketidakjelasan informasi terkait ada tidaknya stok minyak goreng.
“Karena yang dibeli oleh warung-warung hari ini tidak untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tapi untuk kebutuhan dua minggu hingga satu bulan ke depan,” kata Almaida.
Ia menyampaikan, ketika pemerintah mengambil kebijakan pemerataan harga minyak goreng, akhirnya terjadi penimbunan yang mengakibatkan kelangkaan persediaan di pasaran.
Faktor ini lantas menyebabkan masyarakat sebagai konsumen panik karena takut tidak mendapatkan bagian.
“Begitu ada intervensi (pemerintah) membuat ‘shock market’ dan menimbulkan penimbunan,” tuturnya.
Terakhir, pihaknya mendorong pemerintah untuk menyiapkan mekanisme antisipasi kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng tersebut.
Karena, situasi ini telah sering dialami pemerintah terkait bahan pokok masyarakat yang lain.
“Mestinya pengalaman ini karena selalu terjadi bisa diantisipasi. Kita berharap tiga hal (temuan) ini kemudian hari bisa dihilangkan,” pungkasnya.*