Rizal meyakini para pengusaha lebih memahami kaitan estetika pemasangan reklame di lapangan. Karena pada dasarnya pengusaha menginginkan reklamenya bisa memasang produk di daerah tertentu dan menarik perhatian.
“Kami pandang di dua sisi. Satu di Pemkot dan sisi lain dari pengusaha. Komisi A ini tempatnya mengadu, dari warga sampai pengusaha. Posisi kita ada di tengah, ada fungsi pengawasan eksekutif, tentu ada pula mendengarkan suara dari masyarakat, termasuk pengusaha. Kami akan melakukan langkah-langkah supaya pengusaha ini dilibatkan dalam sejumlah rencana peraturan ke depan, meski selama ini sudah dilakukan. Mari membuat langkah bersama untuk membangun Kota Bandung yang menjadi ruang bersama,” ujar Rizal.
Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, Pemkot Bandung akan terus menertibkan reklame ilegal yang terbukti melanggar baik dari sisi zonasi maupun konten reklame.
“Pelanggaran reklame itu marak. Sudah tempat tidak seusai, kontennya juga tidak sesuai. Ini yang menjadi karut marut reklame di Kota Bandung. Saya punya keyakinan Perwal yang ada tidak ada yang bertentangan dengan peraturan yang ada. Yang ilegal ada lebih dari 650 reklame dan kita akan terus melakukan penertiban,” kata Ema.
Langkah penegakan aturan ini, kata Ema, akan menjadikan Bandung lebih tertata secara estetika sekaligus menyaring pendapatan daerah dari pajak reklame yang memiliki izin.
“Potensi reklame itu seharusnya sudah terukur karena kita berangkatnya dari izin. Kalau tidak ada izin tentu kita tertibkan. Kita pegang amanat dari KPK bahwa pajak harus bersumber dari yang sifatnya legal. Tinggal bagaimana agar pelangaran tereduksi bahkan tereleminasi. Jangan selalu berasumsi pendapatan hanya dari outdoor (media luar ruang), karena dari indoor juga jadi ada perhitungan pajaknya seperti dari mal, pusat komersial dalam ruangan, dan lain sebagainya. (Red).*