SUKABUMI – Hingga kini, nasib puluhan petani penggarap yang berada di kawasan perkebunan Kp. Lebaksiuh II, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi tak kunjung jelas. Padahal, mereka sudah menggarap lahan tersebut sejak tahun 1975.
Gerakan masyarakat sipil baik LSM (Lembaga Masyarakat Sipil), Serikat Petani, maupun komunitas-komunitas taktis seperti Fraksi Koalisi Rakyat dan lain sebagainya sudah beberapa kali mendatangi DPRD Kabupaten Sukabumi.
Terakhir, anggota DPRD Provinsi Dapil Jabar V (Kabupaten dan Kota Sukabumi), Hasim Adnan turut menyoroti konflik pertanahan yang seolah tak kunjung menemui titik temu.
“Jadi dua hari setelah lebaran, saya diundang Botram oleh salah satu relawan di sana. Nah, sambil nunggu Botram, saya diajak keliling mengitari lahan-lahan yang digarap petani”, buka Hasim Adnan.
“Sambil keliling, saya bertemu dengan beberapa petani yang sedang menggarap lahan. Saya menggali beberapa informasi dari mereka terkait lahan yang sedang meraka garap”, tambah Hasim.
Berbekal informasi awal tersebut, menurut pria yang juga sebagai Ketua Tanfidz Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Sukabumi, pihaknya akan coba mengadvokasi para petani penggarap dalam menyelesaikan konflik dengan PT. Papanmas.
“Sebenarnya bila dilihat dari sejarah awal-awal para petani di daerah Kp. Lebaksiuh II ini mulai menggarap sejak tahun 1975, maka secara de facto, para petani sudah berhak mendapat legalitas dari negara”, ungkap Sekretaris Komisi 3 DPRD Provinsi Jabar ini.
Meski demikian, menurut Hasim, konflik pertanahan memang memiliki dinamika tersendiri dan sangat bergantung pada sekuat apa, posisi masing-masing pihak yang bersengketa.
“Pengalaman saya dan sahabat-sahabat se angkatan, saat masih jadi mahasiswa, kita mendampingi para petani waktu, butuh waktu kurang lebih sekitar 15 tahun kemudian hingga berhasil mendapatkan sertifikat”, beber Hasim.
“Awalnya saya kaget juga, karena untuk konteks konflik lahan di Kp. Lebaksiuh II ini, ternyata masih belum juga memberikan kepastian hukum bagi para petani penggarap yang notabene sudah mulai menggarap sejak 47 tahun yang lalu”, beber pria yang juga punya latar belakang sebagai aktivis ini.
Hasil dari bacaan sementara di lapangan, demikian Hasim melanjutkan, salah satu faktor penyebab kenapa sengkata lahan di kawasan tersebut belum menemui penyelesaian yang tuntas, dikarenakan posisi tawar para petani masih belum cukup kuat.
“Setelah saya tanya lebih dalam, ternyata para petani yang menggarap lahan, belum memiliki organisasi yang mewadahi kekuatan mereka secara mandiri. Dari sini, saya bersama tim akan mulai mendampingi para petani untuk bersama-sama berjuang memperkuat barisan, demi terwujudnya spirit Reforma Agraria”, pungkas Hasim. (Red). ***