OPINI  

Ilusi Wujudkan Kesejahteraan Rakyat Melalui Jalan Investasi Asing

” Kesejahteraan rakyat sering kali dijadikan tameng demi melegitimasi tujuan pihak-pihak tertentu yang sebenarnya justru membahayakan kedaulatan negeri. Misalnya pada kebijakan kerjasama ekonomi dengan negara lain atas nama investasi.”

Oleh: Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)

Di negera tercinta ini investasi asing masih menjadi pilihan utama ketika hendak meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Bahkan ada yang menyebut secara gamblang bahwa investasi menjadi bagian penting dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayahnya.

Karena itu para pejabat akan memastikan situasi dan kondisi yang nyaman bagi investor untuk berinvestasi.

Apalagi jika ada arahan dari pemerintah pusat untuk meningkatkan investasi di wilayahnya, sebut saja di Jawa Barat. Seperti di ungkap langsung oleh Sekda Jabar.

“Sebagaimana diarahkan oleh pemerintah pusat bahwa kita ditargetkan untuk meningkatkan investasi di Jabar menjadi antara Rp 247 sampai Rp 250 triliun,” ucap Sekda Jabar dilansir dari website resmi Pemprov Jabar.

Jika boleh mengkritisi, jor-joran investasi di Jawa Barat contohnya sebagai provinsi yang tingkat investasinya tinggi, rupanya tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan rakyat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023 ada sekitar 3,88 juta penduduk miskin di Jawa Barat. Proporsi penduduk miskin itu mencapai 7,62% dari total populasi provinsinya. Ini yang terdata saja dengan kategori tingkat kesejahteraan yang juga patut dikritisi.

Pada faktanya bisa jadi seperti fenomena gunung es, tingginya tingkat kriminalitas, berbagai kasus trafficking yang tak kunjung usai, fenomena bunuh diri satu keluarga di berbagai daerah di Jabar, menunjukan bahwa masyarakat tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.

Terbaru, kita juga dihebohkan dengan drama antrean puluhan ribu pelamar kerja di kantor pos Cianjur. Ini menjadi bukti mesti kran investasi dibuka lebar, tetap saja mencari pekerjaan sulit. Itu hanya di satu wilayah saja, disinyalir wilayah lain pun mengalami hal serupa. Maka patut dipertanyakan pemerintah bekerja itu untuk siapa ?

Baca Juga :  Mewujudkan Stabilitas Harga, Menurut Pandangan Islam

Padahal, sudah jamak diketahui bahwa investor tidak berkepentingan untuk menjadikan rakyat Indonesia sejahtera. Satu-satunya orientasi mereka hanyalah profit sehingga mereka akan menanamkan modalnya pada perusahaan padat modal yang dianggap stabil dan memberikan banyak keuntungan, daripada perusahaan padat karya yang rentan akan konflik.

Pemerintah tidak semestinya membatasi dirinya sebagai regulator semata. Dengan menyerahkan seluruh pengurusan rakyat pada swasta. Buktinya, pemerintah bergantung penuh pada swasta dalam penciptaan lapangan pekerjaan pada rakyat.

Sudah saatnya negeri ini meninggalkan teori investasi/tabungan dari Harrod-Domar karena pada kenyataannya, investasi ala neoliberal hanya meninggalkan kesengsaraan pada negeri ini. Lihatlah, seiring tertancapnya industrialisasi, pengangguran dan kemiskinan malah makin meningkat.

Jika sistem neoliberal memosisikan penguasa sebagai regulator, Islam dengan jelas dan tegas memosisikan penguasa sebagai pengurus sekaligus pelindung umat. Pemimpin tidak boleh menyerahkan seluruh urusan umat pada swasta apalagi asing, termasuk perihal pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Dalam Islam, tidak ada celah bagi para cukong politik untuk bermain. Ini pula yang menjadikan kebijakan penguasa dalam sistem Islam independen sehingga bisa fokus pada hal-hal yang menjadi kemaslahatan umat.

Seperti yang ditulis oleh Kanti Rahmilah M.Si, yang menyebut bahwa seluruh pembiayaannya berasal dari kas negara, tidak bergantung pada investasi, apalagi investasi asing.

Jika ada proyek yang membutuhkan modal besar, tetapi kas negara tidak cukup, penguasa akan mengkaji ulang proyek tersebut. Jika proyek tersebut tidak membahayakan jika tidak dilaksanakan segera, pengerjaannya akan ditangguhkan menunggu kas negara terpenuhi. Namun, jika menimbulkan bahaya jika tidak dikerjakan, sekalipun kas negara tidak cukup, negara akan berusaha untuk membangunnya. Pembangunan industri militer, misalnya, yang jika tidak ada tentu akan mengancam kedaulatan negara.

Baca Juga :  OPINI : Mitigasi Bencana Ideal Agar Masyarakat Tak Resah

Hanya saja, pembangunannya bukanlah dengan skema utang atau investasi, melainkan menarik dharibah (pajak yang bersifat temporal dan hanya dikenakan pada muslim yang mampu). Pemungutan pajak akan berhenti hingga proyek tersebut selesai.

Lantas, bagaimana jika ada kebutuhan negara untuk menyerap tenaga kerja yang masif? Islam pun memiliki beberapa mekanisme, antara lain menata kepemilikan aset. Harta milik umum tidak boleh diprivatisasi. Di situlah negara bisa leluasa melakukan tujuannya dalam menyerap tenaga kerja. Misalnya, aktivitas eksplorasi dan eksploitasi SDA yang membutuhkan banyak SDM, jika dikelola sendiri, niscaya serapan tenaga kerja akan besar.

Selain itu, negara akan turun langsung dalam mengurus pendidikan tinggi, tidak diserahkan kepada pihak swasta. Dari sini, negara bisa memetakan sistem pendidikan yang tepat bagi anak bangsa, kemajuan negara serta pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat. Inilah yang akan menjamin terciptanya SDM berkualitas yang dapat membawa keluarga pada kesejahteraan. (Red).*