Oleh Siti Susanti, S.Pd.
BANDUNG – Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih belum dapat dihentikan, ada saja kasus yang terjadi. Mulai dari kekerasan fisik, seksual, hingga psikis.
Perempuan kerap disebut makhluk lemah. Secara fisik, fitrah perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Namun, tentu kondisi tersebut tidak boleh dijadikan justifikasi untuk melakukan kekerasan kepadanya.
Sepanjang 2021, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar mencatat ada 505 pengaduan kasus tindak kekerasan pada anak, perempuan, dan masyarakat rentan lainnya.
Sistem kapitalisme, menjadikan manusia termasuk perempuan sengsara. Hal ini karena perempuan seringkali dipandang sebagai alat produksi, yang seolah boleh dieksploitasi.
Pemisahan nilai ruhiyah dari kehidupan sebagai wujud sekulerisasi, menjadikan tubuh perempuan seringkali dianggap sebagai alat pemuas kebutuhan semata.
Dalam kehidupan seperti ini, wajar jika kekerasan terhadap perempuan datang bertubi.
Berbagai upaya untuk menghentikan kekerasan kepada perempuan terus dilakukan, diantaranya Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengagas gerakan Berani Cegah Tindakan Kekerasan atau gerakan Jabar Cangker.
Menurut penulis, kekerasan kepada perempuan dan anak harus segera dihentikan. Dalam rangka ini, upaya yang keras, serius dan konsisten harus dilakukan.
Dan jangan sampai, upaya yang dilakukan hanya bersifat kuratif, sedangkan faktor-faktor penyebabnya tidak diatasi. Jika ini terjadi, kasus kekerasan kepada perempuan dan anak akan terus terjadi.
Jika menilik kepada Islam, sebagai agama yang lengkap, Islam memberikan tata aturan yang komprehensif dalam mengatasi kekerasan, termasuk pada anak dan perempuan.
Secara preventif, Islam memberikan aturan sebagai berikut;
Secara mendasar, Islam menetapkan bahwa kewajiban mencari nafkah ada di pundak laki-laki. Hal ini sebagaimana firmanNya; ” ..Dan kewajiban ayah memberi nafkah dan pakaian mereka dengan cara ma’ruf” ( QS. Al-baqarah 233)
Meski demikian, Islam tidak melarang perempuan bekerja. Ia dibolehkan mengamalkan ilmunya memberi kemaslahatan kepada masyarakat, meski dengan bekerja. Dengan penetapan kewajiban ada di pundak laki-laki, perempuan tidak akan terpaksa membanting tulang bekerja, ia dapat memilih aktivitas dan tempat yang tidak membahayakan bagi dirinya tertimpa kekerasan.
Selain itu, Islam memberi beberapa aturan untuk menjaga kemulian perempuan, diantaranya; perintah untuk menutup aurat (lihat Q.S An-nur: 31) , larangan tabarruj, yaitu seorang perempuan yang keluar rumah dengan berjalan di hadapan laki-laki, dengan maksud memamerkan tubuh dan perhiasannya (QS. An-nur 60), larangan berkhalwat/bersepi-sepi dengan laki-laki nonmahram (HR.Muslim), larangan safar tanpa mahram (HR Turmudzi), perintah ghadul bashar (menundukkan pandangan) terhadap yang diharamkan dan terhadap syahwat (QS Annur 31).
Itulah langkah preventif untuk mencegah tindak kekerasan pada perempuan.
Di dalam rumah, perempuan akan terhindar dari kekerasan. Hal ini karena Islam menempatkan perempuan sebagai makhluk yang mulia sebagaimana laki-laki, yang harus dijaga keberadaannya dari kebinasaan. Bahkan, penjagaan jiwa manusia (hifzunnafs) merupakan salah satu tujuan dari diturunkannya syariat Islam.
Dalam kehidupan rumah tangga, pergaulan antara suami istri adalah kehidupan persahabatan, masing-masing bekerja sama dalam rangka meraih rida Allah dengan melakukan berbagai macam kebajikan. Islam bahkan mendorong para laki-laki untuk berbuat baik kepada istrinya, sebagaimana hadits Nabi SAW. ; “sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya” (HR. Abu Hurairah)
Namun demikian, tabiat manusia adalah tempat salah dan lupa. Berbagai aturan yang ditetapkan syariat, seringkali manusia melupakan dan melanggar. Karena itulah, kita dapat menemukan sistem sanksi dalam syariat Islam, agar mencegah pelanggaran terjadi berulang.
Sanksi terhadap tindakan kekerasan diantaranya;
1. Hukuman rajam dan jilid bagi pelaku zina (QS. An-nur :2)
2. Hukuman qishah bagi pelaku pembunuhan yang disengaja atau menciderai (QS. Al-maidah : 45)
3. Hukuman ta’zir yang ditetapkan oleh qadi terhadap jenis pelanggaran yang tidak disebutkan syariat.
Sanksi akan efektif jika ia bersifat tegas dan konsinten dilaksanakan. Dengan kacamata iman, berbagai sanksi ini akan difahami sebagai tindakan yang efektif untuk mencegah tindak kekerasan, sehingga tidak akan menganggap sebagai kejam/ tidak manusiawi. Berbagai sanksi ini ditetapkan oleh pemilik syariat yaitu Allah SWT, Zat Yang Maha Kasih, yang tidak mungkin menzalimi makhlukNya.
Bukti ril penjagaan terhadap kemuliaan perempuan diantaranya apa yang dilakukan oleh Nabi SAW manakala seorang muslimah dilecehkan di Pasar Bani Qainuqa, yaitu berupa disingkapnya pakaian muslimah oleh seorang pedagang Yahudi. Peristiwa ni berefek kepada pengusiran Bani Qainuqa dari wilayah Madinah.
Demikianlah, penerapan aturan yang komprehensif seharusnya segera ditegakkan agar kekerasan dapat dihentikan. Dan syariat Islam memiliki solusi atas hal tersebut.
(Siti Susanti, S.Pd., pengelola Majelis Zikir As-Sakinah).*