Henhen Mulyadi.Wakil ketua RMI Kab. Sukabumi. (Foto.Fikri).*
Reporter: Liputan Khusus
KAB.SUKABUMI – Secara istilah santri berasal dari bahasa Sansekerta, “shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan.
Ada pula yang mengatakan santri berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau
resu Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut.
Namun, secara umum kata santri di Indonesia kita kenal sebagai sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama islam di pesantren atau berguru kepada seorang kyai.
Lebih dari itu, diperjalanannya pengertian santri lebih luas lagi yakni mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang Luas dan mendalam serta dapat menggabungkan dan mengharmonikan keagamaan dan kebangsaan. Yang dimana, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Dan ketika berbicara santri di Indonesia, tidak hanya berbicara tentang seseorang yang belajar dalam dunia pesantren. Lebih dari itu, sejarah telah mencatat bahwa para santri terdahulu telah menghibahkan jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Para santri dengan caranya masing-masing bergabung dengan seluruh elemen bangsa melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi, mengajarkan tentang arti kemerdekaan.
Terlebih pada tanggal 22 Oktober 1945 pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari menyerukan resolusi jihad, yang juga disebut sebagai moment perjuangan santri untuk kemerdekaan Indonesia.
Sehingga kemudian, tanggal 22 Oktoberpun ditetapkan sebagai hari santri nasional.
Tentunya, hari santri ini harus menjadi momentum untuk terus memupuk semangat para santri dalam memposisikan diri sebagai bagian dari NKRI. Seperti halnya seruan resolusi jihad yang di sampaikan oleh KH hasyim Asy’ari kala itu.
Namun, dalam merayakan hari santri ini, bukan berarti kita harus jihad berperang melawan penjajah seperti halnya dimasa lalu. Karena, Jihad selain dapat dimaknai sebagai “qital” atau “perang”, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan.
Jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jhad seperti itu wajib.
Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.
Misalkan, Berbagi kebaikan terhadap sesama yang di pandang itu bermanfaat bagi yang lainnya. Entah itu berupa finansial,pikiran, tenaga dan lan sebagainya.
Selamat Hari Santri. Jadi santri itu tiada henti, tiada tepi. Hubbul Wathan Minal Iman. (Fikri).**