Pengguna internet Indonesia menghabiskan waktu rata-rata selama 7 jam 42 menit dalam seharinya. Berbicara mengenai perangkat untuk internetan, orang Indonesia masih dominan dilakukan lewat gadget atau smartphone dengan rata-rata waktu 4 jam 53 menit. Kalau menggunakan perangkat lain seperti komputer dan tablet hanya 2 jam 49 menit.
Data tersebut mengindikasikan bahwa kebanyakan masyarakat itu tidak memiliki banyak waktu karena hampir 30% digunakan untuk “Screen Time” atau hanya sekedar melihat layar di Handphone. Padahal, dari beberapa hasil penelitian disebutkan bahwa anak-anak yang kurang gerak akibat screen time yang berlebihan berpotensi menderita sindrom metabolik di masa dewasa. Mereka juga memiliki risiko tinggi mengalami obesitas dan kebugaran fisik yang rendah.
Hal ini tentunya sangat memprihatinkan dan menjadi PR serta tantangan kita bersama, khususnya para praktisi olahraga, untuk mencari strategi mengenai bagaimana membuadayakan olahraga yang teratur kepada masyarakat, sehingga kebugaran jasmaninya dapat meningkat.
Tantangan kedua adalah perkembangan zaman yang begitu pesat, dimana sekarang ini kita sedang berada pada suatu masa dari konsep Revolusi Industri 4.0 nya. Revolusi industry 4.0 adalah fenomena yang mengkolaborasikan teknologi siber dan teknologi otomatisasi. Revolusi Industri 4.0 dikenal juga dengan istilah “cyber physical system”. Konsep penerapannya berpusat pada otomatisasi. Hal ini tentunya menuai banyak sekali tanggapan, yang tentunya mengakibatkan pro dan kontra. Namun, untuk menghadapi kondisi perkembangan zaman di tahap revolusi industri 4.0, muncul suatu konsep pemikiran baru, yaitu konsep Society 5.0, dimana konsep ini merupakan suatu konsep masyarakat modern yang menyeimbangkan antara manusia sebagai pelaku dengan teknologi sebagai objeknya. Lalu apa hubungannya era Society 5.0 dengan Revolusi Industru 4.0 ?
Era Society 5.0 adalah sebuah solusi dan tanggapan yang dimana Revolusi Industri 4.0 penuh dengan inovasi teknologi. Dengan adanya Era Society 5.0 adalah untuk mewujudkan masyarakat yang nyaman dan dapat menikmati hidup dengan adanya inovasi teknologi hebat. Era Society 5.0 adalah sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019 yang menempatkan masyarakat yang berpusat pada manusia (Human Center) sebagai respons terhadap perubahan cepat dan kompleks dalam dunia teknologi dan industri, yang juga dikenal sebagai Revolusi Industri 4.0 tadi. Konsep ini bertujuan untuk mengatasi ketidakpastian yang kompleks dan ambigu yang mungkin terjadi akibat disrupsi industri. Era Society 5.0 menekankan pentingnya mengintegrasikan inovasi teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Big Data, dan Robotik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, sambil tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh sebab itu, Masyarakat di era 5.0 yang akan mengintegrasikan mesin serta kecerdasan buatan diyakini akan membantu manusia dengan lebih maksimal. Jadi, masyarakat bisa fokus menciptakan inovasi dan berkreasi dengan ide-ide baru secara lebih aktif. Lalu apa saja yang perlu dibutuhkan oleh masyarakat, terutama para pendidik dan peserta didiknya dalam menghadapi era Society 5.0 ini…?
Tentunya dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter. Berbicara mengenai pendidikan di era society 5.0 tentu saja berkaitan dengan perubahan sistem pembelajaran di era tersebut. Era revolusi sangat berkaitan dengan kecakapan Abad ke-21 yang berhubungan dengan kemajuan teknologi yang berkembang pesat. Oleh karena itu, pendidik di era society 5.0 harus memiliki kecakapan abad ke-21 yang dikenal dengan istilah 6C, yaitu karakter (character), kewarganegaraan (citizenship), berfikir kritis (critical thinking), kreatif (creativity), kolaborasi (collaboration), dan komunikasi (communication). Salah satu ciri dari implementasi kecakapan 6C dalam pembelajaran di abad ke-21 adalah munculnya aspek humanis dalam pendidikan, seperti pendidikan dan kurikulum yang berpusat pada nilai dan karakter, tidak lagi hanya berfokus pada penguasaan materi mata pelajaran.