Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang Guru di Karawang)
KARAWANG – Perempuan makhluk yang Allah ciptakan dari tulang rusuk laki-laki, tulang yang posisinya dekat ke hati untuk dicintai dan dekat ke pundak untuk dilindungi atau dijaga martabat dan kehormatannya baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun negara. Namun apa jadinya ketika kehormatan perempuan ternodai atau mendapatkan perlakuan kejahatan seksual.
Seperti beberapa waktu lalu yang kasusnya viral seorang oktum guru yang melakukan tindak asusila. Pelaku yang bernama Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati hingga hamil dan melahirkan. Namun sangat disesalkan dari perbuatannya tersebut lolos dari hukuman mati sesuai tuntutan jaksa.
Pelaku hanya dikenakan hukuman penjara seumur hidup atas perbuatan bejatnya itu. Majelis hakim beralasan, vonis hukuman penjara seumur hidup didasari pertimbangan keadilan, baik bagi terdakwa maupun para korban. (Sindonews 15/02/22)
Namun, hukuman tersebut tidak sebanding dengan perbuatannya jika berbicara adil, keadilan yang mana? Penjara seumur hidup tidak sama dengan para korban yang sudah hilang martabat kesuciannya, masa depannya, menderita baik secara fisik maupun psikis bahkan bisa memicu kepada gangguan jiwa diakibatkan trauma atau depresi akibat dari kejahatan seksual tersebut.
Sehingga hukuman tersebut tidak memberikan efek jera dan tumpang tindih bahkan tidak bisa dijadikan sebagai pencegah karena mungkin orang yang akan melakukan tindakan tersebut akan berpikiran hukumannya ringan hanya dipenjara seumur hidup, masih bisa makan walaupun tidak kerja dan masih punya tempat untuk berteduh.
Seperti itulah hukuman dalam sistem kapitalisme sebuah aturan yang lahir dari akal manusia yang kita tahu manusia memiliki banyak terbatasan dalam segala hal termasuk dalam menyelesaikan masalah hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual. Sehingga tidak mampu memberi efek jera bagi pelaku dan bagi orang yang berniat jahat sekalipun.
Lain sistem lain juga aturannya, dalam sistem Islam yaitu sebuah aturan yang lahir dari Sang Pencipta langsung. Pelaku kejahatan seksual termasuk perbuatan zina yang hukumannya dirajam (QS. Annur: 02)
Sedangkan Islam akan menjaga martabat dan kehormatan perempuan, mendapatkan perlindungan dengan adanya aturan dari Sang Pencipta. Adapun penjagaanya dimulai dari lingkungan keluarga, keluarga adalah elemen terkecil dalam negara seorang perempuan yang berstatus istri akan mendapatkan penjagaan dari suaminya dan dari orang tuanya jika Ia berstatus anak.
Kedua lingkungan masyarakat, perempuan dalam bermasyarkat akan dilindungi dengan adanya aturan pergaulan. Akan dibatasi interaksinya dengan yang bukan mahrom. Tidak ikhtilat (campur baur) dan berkhalwat (berdua-duaan) yang tidak diperbolehkan syariat. Dalam berpakaian seorang perempuan harus menutup auratnya sesuai syariat (Qs. ANnur:31) berkerudung dan bergamis
Ketiga dalam bernegara, seorang perempuan akan mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam hal perlindungan dan hukum. Karena negara bertanggungjawab dalam kepengurusan rakyatnya termasuk dalam menjaga martabat perempuan.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Maka hanya Islam yang mampu menjaga martabat perempuan dari segala kejahatan termasuk kejahatan seksual bukan hanya perempuan muslim perempuan nonmuslim pun akan mendapatkan hal yang sama dalam hal mendapatkan perlindungan. Wallahu’alam. (Red).*